Rabu, 25 Juni 2014

Behaviour and Attitude Change :Teori Disonansi Kognitif


Prejudice dan Stereotypes
Setiap Orang dalam kehidupan bermasyarakatnya pasti memilik suatu pandangan tentang orang lain, memiki Sikap(attitudes)  tersendiri tentang orang lain. Sikap tentang orang lain tersebut muncul di saat Seseorang bertemu dengan Seseorang lainnya.

 Dalam kehidupan sehari-hari, bukanlah tidak mungkin bahwa attitudes yang muncul itu bersifat negatif.  Hal ini mungkin saja disebabkan karena adanya persepsi yang kurang tepat mengenai seseorang tersebut karena ia berasal dari suatu kelompok tertentu. Suatu attitudes yang bersifat negatif, merugikan dan berbahaya karena adanya generalisasi yang kurang akurat terhadap sekelompok individu disebut prasangka.

Setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat pasti berusaha menghindarkan diri dari memiliki prasangka terhadap kelompok-kelompok tertentu. Akan tetapi, secara tidak sadar, sebenarnya setiap individu bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap anggota dari kelompok yang berbeda. Meskipun hal ini selalu dihindari, namun kadang tidak dapat kita kendalikan dan muncul dengan tiba-tiba. Keadaan ini disebut juga dengan automatic prejudice.

 Pada umumnya, prasangka muncul berdasarkan warna kulit, agama, jenis kelamin, umur, atau karakteristik yang mudah terlihat lainnya. Munculnya prasangka ini dikarenakan kesalahan yang didasarkan generalisasi suatu kelompok yang kita sebut dengan stereotipe.
Stereotipe yang terdapat dalam diri seseorang tentang orang lain, baik yang positif maupun negative sebenarnya tetap merugikan diri sendiri maupun orang lain tersebut. Hal ini sangat berbahaya dikarenakan tiga alasan berikut :
1.      Stereotipe menyerap kemampuan kita untuk memperlakukan anggota suatu kelompok sebagai seorang individu.
Ketika kita tahu akan stereotipe suatu kelompok atau Ras tertentu, dan kemudian kita bertemu dengan seseorang yang berasal dari kelompok atau ras tersebut, maka tidak terhindarkan bahwa kita akan langsung berpikiran bahwa karakteristik orang tersebut adalah sama dengan stereotipe kelompok dimana ia berasal. Dengan pemikiran seperti itu, maka kita cenderung memperlakukan orang tersebut seperti anggota kelompok lainnya, tanpa memikirkan bahwa ia bisa saja memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompoknya.

2.      Stereotipe menyebabkan harapan akan sesuatu perilaku yang sempit.
Dengan adanya stereotipe tertentu, maka kita cenderung untuk memprediksikan perilaku seorang individu sesuai dengan perilaku kelompok individu tersebut. Apabila terjadi perbedaan perilaku yang muncul, maka kita cenderung menyatakan perilaku yang berbeda tersebut sebagai suatu penyimpangan atau abnormal.

3.  Stereotipe mengarahkan pada atribusi yang salah.
Teori atribusi menyatakan bahwa manusia cenderung selalu berusaha untuk menjelaskan mengapa suatu hal dapat terjadi, dan mencari tahu penyebabnya. Yang peling sering dilakukan yaitu berusaha menjelaskan suatu perilaku, bak yang dilakukan orang lain ataupun dilakukan sendiri.
 Jika seorang individu telah memiliki stereotipe tertentu , maka akan mempengaruhi  atribusi yang dilakukan individu tersebut.  Kesalahan atribusi ini kemudian juga memperkuat prasangka terhadap suatu kelompok tertentu, karena manusia cenderung hanya melihat fakta-fakta pendukung prasangka mereka dan menolak yang berlawanan.

Jika ditanyakan mengapa stereotipe dan Prasangka bisa muncul dalam lingkungan sosial, maka ada tiga sebab utama penyebab timbulnyaa stereotipe dan prasangka, yaitu :
1.      Konflik Realistik
Realistic conflict theory menyatakan bahwa individu yang sedang merasa frustasi atau marah ketika sedang berkompetesi dengan kelompok lain, akan melihat kelompok lain dengan pandangan yang sangat negatif.
2.      “Kita” versus “Mereka”
Individu dalam kehidupan bermasyarakat cenderung membagi diri menjadi dua kelompok. Kelompok “kita” dan kelompok “mereka”. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Sherif dan Sherif (1953) , setelah serangkaian kegiatan, maka kedua kelompok mulai bersiteru dan mulai memberi nama panggilan. Ini menjadi awal munculnya prasangka.
       3. Social Learning ( Pembelajaran Sosial)
Tidak dapat dipungkiri bahwa prasangka dan stereotipe juga bersumber dari hasil belajar.proses nya biasanya terjadi dengan contoh “prasangka dan stereotipe yang di dilakukan orang lain atapun dari kerabat kita”

Memerangi prasangka, prasangka berbahaya bagi umat manusia. tapi apakah ada sesuatu yang bisa dilakukan tentang hal itu? ada beberapa penangkal efektif Yaitu:
1.      Mengenali  prasangka
Banyak orang yang tidak ingin mengakui bahwa dirinya juga memiliki prasangka terhadap suatu kelompok tertentu. Maka dari itu tahap pertama untuk melawan prasangka yaitu dengan menyadari terlebih dahulu prasangka yang sudah ada .

2.      Mengontrol  Automatic Prejudice
Ketika seorang  individu bahkan tidak menyadari bahwa ia memiliki prasangka, maka ia tidak akan mampu mengontrol reaksi yang muncul akibat automatic prejudice tersebut.  Bahkan disaat seseorang telah menyadari adanya prasangka dalam dirinya sendiri, tidaklah mudah untuk mengontrol reaksi yang muncul. Oleh karena itu, hal kedua yang harus dilakukan adalah berusaha mengontrol reaksi yang muncul tersebut.

3.      Meningkatkan hubungan antar Kelompok Berprasangka.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa prasangka adalah sesuatu yang dipelajari. Oleh karena itu, prasangka juga dapat diubah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan interaksi langsung dengan kelompok lain. Akan tetapi interaksi tersebut dapat efektif jika terjadi dalam beberapa kondisi berikut yaitu :
a.       Kedua kelempok memiliki status yang setara
Ketika dua anggota kelompok dengan status yang berbeda berinteraksi, maka prasangka yang telah ada tersebut tidak mungkin akan dapat dihilangkan seperti anggota kelompok belajar di sekolah.
b.      Anggota setiap kelompok memandang anggota kelompok lain sebagai sama dengan kelompok yang mereka hormati, bukan sebagai pengecualian.
Ketika seorang individu berinteraksi dengan anggota dari suatu kelompok, namun mengganggapnya hanya sebagi pengecualian, prasangka terhadap kelompok tersebut tidak akan pernah bisa hilang.

c.       Kedua kelompok bekerja sama dalam tugas yang bersifat kooperatif bukan kompetitif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar